Minggu, 18 Juli 2010

Pelatihan Bank Darah Rumah Sakit

16.47 |

Pusat Pedidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) PMI Provinsi Jawa Tengah menggelar kegiatan Pe latihan Bank Darah Rumah Sakit sejak 26 April hingga 1 Mei 2010 di Sambiroto, Semarang. Kegiatan ini diikuti oleh 25 analis kesehatan dari berbagai rumah sakit di Jateng dengan fasilitator dari Unit Tran sfusi Darah (UTD) PMI Pusat Jakarta, UTD PMI Provinsi Jawa Tengah, Fakultas Kedokteran Unversitas Diponegoro Semarang, dan Bank Darah RSUP dr. Kariadi Semarang.

Terkait dengan pentingnya distribusi darah yang aman dan berkualitas, PMI bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI menyusun konsep Bank Darah Rumah Sakit. Dengan konsep ini maka distribusi darah dilakukan secara tertutup, sehingga keamanan darah akan terjaga dan terjamin.

“PMI Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Pelatihan Bank Darah Rumah Sakit dengan tujuan agar dalam melaksanakan tugas bersama rumah sakit, dapat sejalan dan selaras sehingga darah transfusi yang aman dan berkualitas baik juga dapat dipertanggungjawabkan,” ucap Kepala Unit Transfusi Darah Daerah (UTDD) PMI Provinsi Jateng dr.Hj Banundari Rachmawati, SpPK(K).

Di sisi lain, pelatihan ini juga sangat bermanfaat untuk pihak rumah sakit karena dalam system Akreditasi Rumah Sakit, salah satu bidang yang dinilai adalah Bank Darah Rumah Sakit. Berdasarkan data sementara dari Dinas Kesehatan setempat, hingga saat ini baru beberapa rumah sakit yang sudah mempunyai Bank Darah dan sudah lulus akreditasi. Hal ini disebabkan berbagai hal, diantaranya adalah kesiapan rumah sakit dalam menyiapkan sarana, prasarana dan sumber daya manusia petugas pelaksana Bank Darah Rumah Sakit.*



Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: dr. Banundari Rachmawati, SpPK(K), Kepala Unit Transfusi Darah daerah (UTDD) PMI Prov.Jateng, 08122875120. Kontak Media: M. Nashir Jamaludin, Hp. 081228011456. Email: pmi@pmi.or.id

Lahirnya Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

15.55 |


Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, tepatnya sebelah utara Italia, prajurit Perancis dan Austria bertempur dalam sebuah pertempuran sengit selama 16 jam dan melibatkan 320.000 prajurit. Pertempuran itu mengakibatkan 40.000 orang meninggal dan terluka dalam medan pertempuran. Ini adalah karakteristik pertempuran pada masa itu, yang pada dasarnya merupakan pembantaian massal. Lebih jauh, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Para prajurit hanya dianggap sebagai ‘makanan meriam’. Adapun pertempuran tersebut dimenangkan oleh Perancis. Namun demikian, berakibat sangat mengerikan dengan mayat yang tumpang tindih dan ribuan orang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli bedah sangat tidak mencukupi. Di sana hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda dan seorang dokter untuk merawat seribu orang. Sungguh jumlah yang sangat tidak sebanding dengan keseluruhan pasukan artileri.

Pada saat pertempuran berlangsung, Henry Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910) sedang berada dalam perjalanan untuk menemui Napoleon III guna keperluan bisnis. Menyaksikan pemandangan yang mengerikan akibat pertempuran tersebut, kesedihannya pun muncul. Melihat pemandangan yang menyedihkan itu membuatnya lupa akan pertemuannya dengan Kaisar.

Peristiwa yang secara khusus membangkitkan perasaan Dunant saat itu adalah menyaksikan ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis militer yang tidak mencukupi jumlahnya serta tidak memadai dalam tugas dan keterampilan dibidang medis. Dunant kemudian mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya dan tinggal di sana selama tiga hari untuk dengan sungguh-sungguh menghabiskan waktunya merawat orang yang terluka. Kata-kata bijaksananya, Siamo tutti fratelli (Kita semua bersaudara), membuka hati para sukarelawan yang melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya.

Sekembalinya Dunant ke Swiss membuat ia terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino. Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya, Dunant kemudian menulis sebuah buku dan menerbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu berjudul “Kenangan dari Solferino” (A Memory of Solferino). Tujuan Dunant menuliskan buku itu adalah untuk menarik perhatian dunia tentang kenyataan kejamnya peperangan. Dia mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Rupanya, banyak pihak yang tertarik dengan tulisannya itu. Dunant pun diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana. Banyak orang yang mau mengikuti jejaknya.

Buku “Kenangan dari Solferino” mengandung dua gagasan penting yaitu:
• Usulan mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yang terluka pada waktu perang.
• Usulan mempromosikan kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.

Buku “Kenangan dari Solferino” mempunyai pengaruh yang sangat berarti sehingga tidak kurang dari satu tahun, terwujudlah usulan Dunant dengan dibentuknya sebuah organisasi dunia yaitu Palang Merah. Hal itu terjadi berkat jasa Henry Dunant yang dapat meyakinkan negara-negara untuk menyusun, mengkodifikasi dan mengenali peraturan perang.

Pendirian Komite Internasional untuk pertolongan bagi yang terluka dan pendirian Perhimpunan Nasional
Pada saat itu ada sebuah Perhimpunan Kesejahteraan Umum di Jenewa yang dipimpin oleh seorang ahli hukum bernama Gustave Moynier. Setelah membaca “Kenangan dari Solferino”, Gustave Moynier merasa sangat tersentuh. Moynier adalah orang yang penuh pemikiran tapi juga orang yang cepat bertindak. Dia mengundang Dunant untuk membicarakan bukunya dengan beberapa anggota lainnya yang tertarik dan sebagai hasilnya, dibentuklah Komite Lima. Anggotanya selain Dunant dan Moynier, juga ada Jendral Guillaume-Henri Dufour, Dr. Louis Appia dan Dr. Theodore Maunoir.

Komite diatas kemudian bertemu untuk pertama kalinya pada 17 Februari 1863 dan menamakan dirinya sebagai Komite Internasional untuk Pertolongan Bagi yang Terluka dan kemudian berubah nama menjadi Komite Internasional Palang Merah atau International Committe of the Red Cross (ICRC) pada tahun 1876. Dengan demikian, tanpa memperhatikan perubahan nama di atas, ICRC didirikan pada hari yang sama pada bulan February 1863.

Beberapa bulan setelah pertemuan dengan Perhimpunan Kesejahteraan Umum dan pembentukan ICRC, Komite Lima bekerja sama dalam suatu aktivitas. Aktivitas itu berhasil mengantarkan mereka pada sebuah konferensi internasional di Jenewa pada bulan Oktober 1863. Pertemuan itu dihadiri oleh 16 negara.

Selama konferensi tersebut berlangsung, lambang palang merah diatas dasar putih yang merupakan kebalikan dari bendera Swiss, diadosi sebagai lambang untuk mengidentifikasi satuan kesehatan tentara dan selanjutnya melindungi sukarelawan yang memberikan pertolongan bagi prajurit yang terluka. Bedirinya palang merah sebagai sebuah institusi kemudian menjadi kenyataan.

Gagasan pertama Dunant untuk membentuk perhimpunan para sukarelawan di setiap negara, telah menjadi kenyataan dengan dibentuknya beberapa perhimpunan serupa di beberapa Negara antara lain di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia. Negara lain pun turut membentuk perhimpunannya antara lain di Denmark, Perancis, Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan tetapi kemudian mereka dikenal sebagai Perhimpunan Nasional.

(bersambung)

palang merah diatas dasar putih berasal dari kebalikan bendera Swiss, palang putih diatas dasar merah
bendera Swiss, palang putih diatas dasar merah

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Peliharaanku